Friday, July 2, 2010

Dakwah Fardiyyah Dalam Bas / Tren

(Olahan daripada buku: Bagaimana Menyentuh Hati oleh Abbas As-Siisi)

Waktu itu saya sedang naik bas, tiba-tiba ada seorang pemuda berjanggut yang berusia tidak lebih dari tujuh belas tahun naik dan duduk di sebelah saya. Pada waktu itu janggut merupakan pemandangan yang sangat jarang ditemui. Hati saya mengatakan, "Ini adalah kesempatan yang baik untuk berkenalan dengannya."

Lalu
dengan senyum tipis saya bertanya kepadanya, "Maaf, kalau boleh saya tahu saudara ini memanjangkan janggut kerana tradisi atau kerana ibadah?" Kelihatannya ia tidak faham dengan pertanyaan saya, lalu saya ulangi, "Kerana sunnah atau kerana yang lain?" Ia menjawab, "Kerana sunnah Rasulullah saw." Lalu saya berkata dengan gembira, "Masya Allah, Allahu Akbar!"

Kemudian saya cepat-cepat menghulurkan
tangan dan memperkenalkan diri, "Saya saudaramu seaqidah dari Rasyid. Saya seorang pedagang." Ia pun lalu memperkenalkan diri, "Saya saudaramu seaqidah juga. Saya siswa sekolah menengah atas di Al-Abbasiyah." Kemudian saya hafal nama dan alamatnya pada waktu itu juga. Saya sengaja memulai dengan memperkenalkan nama saya, kerana jika menanyakan namanya terlebih dahulu mungkin ia akan curiga, lebih-lebih situasi waktu itu sangat sibuk.

Setelah melewati beberapa terminal, ia turun dan saya merasa gembira kerana
dapat berkenalan dengannya. Setelah kejadian itu, saya pun sering menghubunginya. Di setiap perjalanan, saya biasa membawa akhbar, quran, atau majalah. Biasanya, tatkala anda membaca quran, orang yang duduk di sebelah anda akan melirik dan ikut membaca. Di saat inilah anda dapat meminjamkan quran pada orang tersebut. Setelah selesai membaca, ia akan mengembalikan quran itu dengan mengucapkan terima kasih. Di saat itulah anda dapat berkenalan dengan memulai pembicaraan tentang topik yang dibahas dalam quran tersebut dan bagaimana tanggapan anda tentang topik tersebut.

Jika memang tidak memungkinkan, sebuah perkenalan tidak harus diakhiri
dengan mengetahui nama masing-masing, tetapi yang perlu diperhatikan adalah hendaknya pembicaraan yang berlangsung itu berkisar sekitar dakwah islamiah, kerana tugas kita adalah menyebarkan fikrah yang lslami. Mudah-mudahan anda dapat bertemu dengannya pada kesempatan yang lain dan boleh berkenalan lebih jauh lagi.

Kadang-kadang duduk di sebelah saya seseorang yang belum saya kenal, dan
saya terfikir bagaimana cara memulai pembicaraan. Jika saya lihat orang itu berkulit putih, saya bertanya kepadanya dengan pertanyaan yang kedengarannya bodoh, "Apakah saudara dari Sudan?" Lalu ia melihat kepada saya dengan pandangan kehairanan dan seakan-akan ingin berkata, "Apakah anda buta?" Akan tetapi saya mendahului berkata, "Saudara jangan marah, kerana saya pernah melihat orang Sudan yang berkulit putih. Kalau begitu, saudara ini dari mana?" Dengan begitu saya telah membuka tirai kebisuan di antara kami, dan setelah itu kami dapat melanjutkan pembicaraan.

Jika orang itu berkulit coklat maka saya bertanya, "Apakah saudara dari
Qubrus?" Begitulah seterusnya. Inilah cara yang kadang-kadang saya pakai untuk membuka pembicaraan. Suatu saat saya diundang untuk memberikan ceramah di pejabat kawasan Ikhwanul Muslimin di Matras, terletak di pinggir kota Iskandariah. Pejabat kawasan itu terletak jauh dari jalan raya, kira-kira satu kilometer.

Tatkala saya turun dari bas, ada
beberapa pemuda yang juga turun. Meskipun saya sudah mengetahui letak pejabat kawasan itu, tetapi saya minta mereka agar mahu menunjukkan tempat pejabat tersebut. Di tengah perjalanan kami berbincang-bincang tentang dakwah islamiah, dan tak lupa saya maklumkan juga acara yang diadakan di pejabat kawasan Ikhwanul Muslimin itu. Setelah sampai di tempat tujuan, beberapa dari pemuda tersebut ikut bersama saya, dan di pejabat itulah kami lebih mengenal satu sama lain.

Suatu ketika kami dalam perjalanan dari Iskandariah ke Asyuth, ibukota Sha'id.
Perjalanan itu membutuhkan waktu yang lama, sehingga kami membawa banyak makanan ringan. Waktu itu kereta api tergendala di tengah jalan lebih dari dua jam. Didorong oleh hadits, "Barangsiapa mempunyai kelebihan bekal, hendaklah memberikannya kepada orang yang tidak mempunyai bekal", (HR. Muslim) Maka salah seorang di antara kami berdiri dan membagi-bagikan makanan kepada para penumpang. Dengan demikian kami sudah membuka pintu untuk saling mengenal, dan kejadian itu meninggalkan kesan yang baik dihati mereka.

Dulu, sebelum mengenal cara-cara yang Islami dalam berdakwah, saya sering
menggunakan cara-cara hasil ijtihad saya sendiri untuk memulai perkenalan. Suatu waktu saya pernah dengan sengaja memijak kaki orang yang berdiri di sebelah saya sewaktu naik tren. Orang itu lalu berteriak marah, "Apakah Anda buta?" Saya menjawab dengan tenang, "Jangan terburu marah, wahai saudaraku. Memang saya ini seperti orang buta, kerana penglihatan saya yang sudah lemah." Lalu orang tersebut meminta maaf. Dengan demikian saya dapat mulakan perkenalan.

No comments:

Post a Comment